LOGIKA

Nama : Dewi Karni Raya
Prodi : PAK
Semester : IV
Dosen pengampu : Rizky Permana

BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF

Berpikir kritis dan kreatif  dikalangan peserta didik pada abad ke-21  mengakibatkan ledakan informasi dan perubahan-perubahan yang semakin akseleratif telah memicu para peneliti dan pendidik untuk mengembangkan kemampuannya. Berpikir kritis yang bersifat rasional, reflektif dan evaluatif sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk memilah dan menganalisis informasi dan untuk memecahkan masalah, khususnya di era yang ditandai dengan luapan informasi saat ini. Berpikir kreatif merupakan proses atau upaya untuk menghasilakan ide, pemikiran, atau objek orisinal atau baru yang efektif dan etis. Meski berbeda, kedua model berpikir ini berhubungan erat, bahkan saling melengkapi. Setiap orang pada  hakikatnya memiliki potensi pemikiran kritis dan kreatif. Namun, agar dapat digunakan secara efektif, keduanya perlu dipelajari dan dikembangkan.
Ledakan informasi dengan mudah dapat dilihat dari kenyataan bahwa saat ini dunia tak henti-hentinya di banjiri oleh informasi. Hingga tahun 1970-an, mayoritas masyarakat dunia  memperoleh informasi dengan jumlah dan kecepatan yang relatif terbatas malalui buku, koran, radio, dan televisi. Saat ini, selain melalui media-media konvensional tersebut, informasi dalam berbagai jenis. Saat ini ledakan informasi telah “ membenamkan” para peserta didik mulai dari jenjang sekolah dasar  hingga perguruan tinggi. Informasi melalui internet, informasi dapat diakses setiap hari. Sangat disayangkan bahwa kemudahan ini cenderung mendorong para peserta didik hanya menghafal informasi, tanpa pernah memikirkan kebenaran, validitas dan akurasi informasi yang di peroleh tersebut.
Jika ledakan informasi meningkatkan kebutuhan terhadap kemampuan  berpikir kritis, perubahan yang menjadi ciri khas lainnya untuk meningkatkan kebutuhan terhadap kemampuan berpikir kreatif bagi peserta didik. Perubahan-perubahan yang terjadi dengan gencar saat ini membuat pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dimasa depan tidak dapat pastikan. Yang dipelajari dan dilatih peserta didik saat ini belum tentu bermanfaat dalam kehidupannya setelah dia lulus.
Berpikir kritis dan kreatif dalam pendidikan kristen di anggap penting saat ini. Dengan kata lain, yang paling penting dilakukan dalam pembelajaran bukanlah mengalihkan pengetahuan, keterampilan, teknik dan nilai-nilai dari guru kepada peserta didik, tetapi mengajar kepada pesrta didik agar tetap mampu secara efektif dan merekonstruksi dan mengolah pengetahuan, keterampilan, teknik dan nilai-nilai melalui pengembangan kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Kata “kritis” diadopsi dari kata “skeri” yang bermakna “memotong”, “memilah”, dan “memeriksa”. Kata itu juga berhubungan dengan kata Yunani “kriterion”, yang berarti “sebuah standar penilain”. Jadi, secara etimologis, berpikir kritis merupakan sebuah proses kompleks yang sengaja dilakukan seseorang dalam pikirannya dengan menggunakan standar tertentu. Berpikir kritis juga merupakan aktivitas kognitif. Pandangan ini selaras dengan pendapat kong yang menyatakan bahwa berfikir kritis merupakan kemampuan kognitif  yang beragam dan multidimensi. Halpern menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan penggunaan keterampilan dan strategi kognitif yang dimaksudkan untuk meningkatkan hasil pemikiran yang diharapkan.
Berpikir kritis digunakan dalam pemecahan masalah, menarik kesimpulan, memperkirakan kemiripan dan mengambil keputusan. Ennis juga mendukung pendapatnya Halpern dengan membatas berpikir kritis sebagai kemampuan berpikir rasional dan reflektif yang digunakan untuk memutuskan apa yang akan di percaya dan di lakukan. Dalam pembelajaran, berpikir kritis memampukan para peserta didik membedakan dan memutuskan mana informasi yang layak dan tidak layak di percaya; ide yang mana yang akan di dukung oleh bukti-bukti empiris dan ide yang hanya didasarkan pada asumsi yang ada. Berpikir kritis juga memampukan para peserta didik untuk memutuskan apa yang akan di lakukan atau sasaran apa yang ingin di tuju, dan bagaimana merealisasikan atau mencapainya. Menurut Imanuel dan Challon Lipton S berpikir kritis merupakan kekuatan yang membebaskan dalam pendidikan dan sumber daya yang kuat dalam kehidupan pribadi dan sosial seseorang. Berpikir kritis melibatkan pemahaman dan ekspresi makna atau arti dari berbagai pengalaman, situasi, data, peristiwa, penilaian, konvensi, keyakinan, aturan, prosedur, dan kriteria.
Seorang pemikir yang kritis mampu menafsirkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan. Para pemikir kritis yang kuat juga dapat secara yang mereka pikirkan dan bagaimana mereka tiba ditahap tertentu dalam proses pemikiran itu. Pemikir yang kritis juga harus dapat menerapkan ide-ide untuk mengembangkan berpikir yang efektif. Ada beberapa hal yang di pikirkan oleh para pemikir kritis yaitu:
1.      Hasrat tinggi untuk mengaktualisasikan diri dan tetap memperoleh informasi yang cukup.
2.      Kewaspadaan pada kesempatan untuk berpikir kritis
3.      Kepercayaan pada proses pengkajian yang logis
4.      Percaya diri pada kemampuan bernalar
5.      Keterbukaan pada pandangan dunia yang berbeda
6.      Fleksibelitas dalam mempertimbangkan alternatif dan opini
7.      Pemahaman atas pendapat orang lain
8.      Sikap adil dalam menilai penalaran
9.      Kejujuran dalam menghadapi bias, prasangka, steriotip, atau kecenderungan egosentris dalam diri sendiri
10.  Kesediaan untuk mempertimbangkan kembali dan merevisi pandangan saat refleksi yang jujur menunjukan perubahan yang benar.
Karakteristik utama dalam berpikir kritis adalah rasionalitas, refleksi dan evaluasi. Menurut Pacarella dan Terenzini menemukan bahwa berpikir kritis di duga melibatkan kemampuan individu untuk melakukan beberapa atau semua keterampilan berikut yaitu : mengindentifikasi isu sentral dan asumsi dalam argumen, mengenali hubungan penting, menarik kesimpulan yang benar berdasarkan data, menafsirkan apakah kesimpulan benar-benar ditarik berdasarkan data yang diberikan dan mengevaluasi  bukti-bukti  atau otoritas yang ada. Kalau dilihat dari keterampilan yang digunakan dalam berpikir kritis, jelaslah bahwa anggapan umum, yag menyatakan seseorang yang berpikir kritis selalu mengkritik sehingga cenderung kurang menyenangkan sebenarnya tidak tepat.
Salah satu penyebab utama ketidakefektifan pembelajaran adalah minimnya atau bahkan tidak adanya keterlibatan keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam aktivitas tersebut, dan mereka tidak mengoptimalkan penggunaan keterampilan itu karena pada umumnya tidak diajarkan bagaimana menggunakannya. Sedangkan latihan menggunakan berpikir jarang sekali digunakan. Norman menyatakan, “it is strange that we expect student to learn, yet seldom tecah them anything about learning. “menegaskan bahwa peserta didik seharusnya diajarkan cara untuk berpikir, bukan hanya diberikan sesuatu untuk dipikirkan.
Hasil berbagai penelitian tentang pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan kritis melalui pendidikan, seprti Paul (1993) mengusulkan berbagai rekomendasi berikut. Anak-anak tidak dilhirkan dengan kemampuan berpikir kritis. Mereka juga tidak dapat mengembangkan kemampuan itu secara lahuriah tetapi harus diajarkan dengan cara yang tepat dan orang tua serta guru merupakan agen paling sesuai untuk melakukan hal ini. Menurut Ficher, berpikir tidak berfungsi secara alami, seperti tidur, berjalan atau berbicara. Berpikir merupakan suatu keterampilan yang perlu dikembangkan karena anak-anak tidak secara otomatis belajar berpikir kritis ketika mereka mempelajari materi pembelajaran. Guru memang yang sangat penting dalam upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kritis difasilitasi oleh keteladanan, dan guru yang tidak kritis tidak dapat membina siswa dengan kritis.
Keterampilan berpikir kritis diajarkan secara eksplitis dan materi pelajaran didesain secar khusus untuk membantu pemahaman terhadap keterampilan berpikir kritis tertentu. Metode ini biasanya cukup efektif mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran yang di pelajari, namun kemampuan itu belum tentu dapat dipindahkan penggunaannya dalam bidang pelajaran lainnya, apalagi dalam kehidupan sehari-hari. Hasil-hasil penelitian yang mendukung pengajaran berpikir kritis secara eksplisit menunjukan bahwa ketrampilan berpikir kritis utama, seperti metakognisi diajarkan secara eksplisit sambil memandu siswa untuk aktif dalam pembelajaran, keterampilan berpikir itu akan meningkat.
Menurut Swartz merangkum 3 prinsip kunci pengajaran berpikir kritis, yaitu: semakin eksplisit pengajaran berpikir, semakin besar dampaknya pada peserta didik, semakin tinggi kebutuhan akan penguasaan keterampilan berpikir yang diinteragrasikandalam pembelajaran keterbukaan dan penghargaan siswa pemikiran yang baikakan meningkat. Upaya untuk mendorong peserta didik berpikir  kritis mncakup antara lain, membantunya mengembangkan keterampilan untuk :
1.      Mengenali dan mengingat
2.      Membedakan opini dengan fakta
3.      Menvinsualisasikan aspek-aspek permasalahan yang dihadapi
4.      Mengikuti instruksi dan mengklasifikasikan informasi
5.      Mengurutkan detil dan memprediksi informasi berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki dan konteks
6.      Menarik kesimpulan
7.      Mengevaluasi dan menilai efektivitas dan kualitas data, objek, ide, atau orang yang dihadapi
8.      Menganalisis dengan cara memecah permasalahan menjadi bagian-bagian atau langkah-langkah yang lebih kecil lalu kemudian memikirkan bagian-bagian itu, dan
9.      Mensistesiskan atau mengkombinasikan berbagai informasi atau menjadi satu kesatuan.
Dengan menguasai kesepuluh keterampilan berpikir kritis tersebut, siswa dapat terhindar dari pemikiran yang dangkal, tidak logis, apalagi manipulatif. Keterampilan berpikir kritis tersebut akan  menumbuhkan kemandirian inteklektual dan pengembangan kreativitas. Berpikir kritis dalam perspektif kristen apakah berpikir kritis bertentangan dengan kekristenan dan pendidikan kristen? Sebagian umat kristen mungkin menolak pengembangan berpikir kritis karena mengasosiasikannya pada skeptisisme atau kritik terhadap Alkitab maupun konsep-konsep agama pada umumnya.
Pandangan ini perlu diluruskan, karena berpikir kritis bersifat sangat Alkitabiah. Dalam Alkitab di jelaskan bahwa kemampuan mengambil keputusan yang baik memampukan seseorang mengikuti printah untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap akal Budi (Mat.22:37). Elemen-elemen berpikir kritis lain juga memiliki landasan dalam Alkitab. Berpikir (thinking), misalnya dinyatakan dalam Amsal 14: 15: “orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya”. Dalam versi bahasa inggris kata “memperhatikan” ini menggunakan verba “consider”. Menguji (testing), dapat dilihat dalam 1 yoh.4:1, yang menyatakan : “saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi keseluruh dunia.
Berpikir kreatif kreativitas merupakan paradigma yang penting sejak alam semesta diciptakan. Hal ini mengimplikasikan bahwa Allah juga membekali manusia dengan pemikiran kreatif. Berbekal kemempuan berkreasi dan kemampuan lainnya, manusia sebenarnya telah diperdayakan untuk melaksanakan perintah Allah agar manusia berkembang biak dan mengolah semua hal yang telah diciptakan. Namun sejak abad ke-20, kreativitas mulai diteliti dalam berbagai sektor lainnya. Terminologi kreativitas sering di sinonimkan dengan pemikiran kreatif (creativethinking). Namun keduanya adalah hal yang berbeda. Kreativitas mengacu pada produk, proses atau interaksi yang menghasilkan ide, pemikiran dan objek yang baru. Berpikir kreatif juga bisa diartikan sebagai upaya memaksimalkan kemampuan otak untuk memikirkan ide-ide orisinal, beragam, dan baru. Berpikir kreatif kadang-kadang disebut dengan terminologi “berpikir divergen”-kemahiran berpikir yang membuat pola-pola pikiran dan wilayah keyakinan diperluas.
Secara singkat, Amabile membedakan kreativitas dan berpikir kreatif dengan menyatakan bahwa kreativitas dibentuk oleh kemahiran berpikir kreatif, motivasi dan keahlian. Unsur etika mempersyaratkan bahwa sebuah kreativitas tidak boleh bersifat destrktif, mementingkan diri sendiri, kriminal, dan hal-hal lain yang merugikan. Tahapan berpikir kreatif menurut Wallas berlangsung dalam 4 tahap, yaitu : persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Inkubasi dapat juga diartikan sebagai “suatu tahapan dari upaya pemecahan masalah yang kreatif, yakni periode ketika masalah yang dihadapi dikesampingkan sejenak setelah hal itu dipikirkan secara maksimal dan “habis-habisan”. Tahap iluminasi merupakan tahap klimaks dari tahap inkubasi, yaitu dengan  munculnya gagasan cerdas untuk mengatasi persoalan.
Selanjutnya pada  tahap verifikasi, gagasan-gagasan yang diperoleh pada tahap iluminasi dianalisis dan diuji manfaat serta kebermaknaannya. Jika ternyata gagasan yang muncul bukan merupakan solusi terbaik, kita harus memahami penyebabnya. Dengan begitu, kita bisa mencegah kesalahan yang sama dimasa yang akan datang. Bahkan, jika solusi terbaik sudah kita peroleh, kita bisa mereview proses kreatif tersebut. Berpikir kreatif dalam pembelajaran Fisher mengatakan, keberadaan unsur-unsur kebaruan, efektivitas, dan etika dalam kreativitas mengidentifikasikan bahwa kreativitas sangat bermanfaat dalam pembelajaran karena proses imajinatif tersebut memperkaya pengetahuan manusia, sekalipun ide-ide baru yang dihasilkan belum diakui atau diketahui. Berpikir kreatif harus selaras dengan teori konstruktivisme, pendekatan pembelajaran yang memandang pembelajaran sebagai proses memproduksi  pemahaman dan pengetahuan melalui pengalaman dan refleksi atas pengalaman itu. Jadi, berpikir kreatif dan pembelajaran merupakan dua proses yang tumpang tindih dan saling menguatkan. Sehubungan dengan itu, Hall dan Thompson mengutarakan bahwa pengembangan berpikir kreatif pada dasarnya tidak memerlukan perubahan pendekatan pembelajaran yang radikal karena keduanya dapat dilakukan seiring dengan peningkatan efektivitas pembelajaran.
Faktor lain yang membuat pengembangan kreativitas sangat bermanfaat dalam pembelajaran adalah temuan bahwa peningkatan kreativitas berkolerasi positif dengan tujuan pembelajaran disekolah, yakni peningkatan pengethuan dan keterampilan. Teori ini selaras dengan teori kognitif dalam pembelajaran yang memandang aktivitas berpikir sebagai, “proses konstruktif”. Artinya, ketika seorang berpikir, dia mengonstruksi pengetahuannya.  Selain itu, Kampylis, menjelaskan bahwa alasan yang paling mungkin dari tidak terlaksananya pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa didalam kelas kecenderungan guru untuk tetap mengontrol kelas mereka dan menghabiskan materi disilabus daripada memfasilitasi kreatifitas yang dirasakan ambigu dan membingungkan.
Metode berpikir kreatif hingga saat ini berbagai metode untuk meningkatkan pemikiran kreatif telah dikembangkan. Metode-metode itu dapat dipelajari dan dilatih untuk digunakan berbagai konteks, seperti disektor idustri, periklanan, dan pendidikan. Lima metode yang mungkin paling populer adalah evolusi, revolusi, sintesis, reaplikasi, dan mengubah arah. Evolusi merupakan metode perbaikan bertahap (gradual). Jadi, evolusi merupakan metode membuat sesuatu yang jauh lebih baik atau mungkin juga berbeda sama sekali dari aslinya. Berpikir kreatif membutuhkan hasil pemikiran kritis untuk mengevaluasi, memilah dan memilih hasil proses berpikir kreatif dan memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap hasil kreativitas itu. Sebaliknya, keterampilan berpikir kritis membutuhkan kemampuan berpikir kreatif untuk menemukan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi atau untuk mengajukan argumen atau penjelasan alternatif. Pemecahan masalah secara kreatif dan model pembelajaran menurut kolb (1984) mungkin merupakan prosedur populer. Prosedur ini terdiri dari lima langkah yang disebut “5M” : 1. Memperluas cakrawala, 2. Menjelajahi kemungkinan, 3. Mengganti gagasan, 4. Mengevaluasi asumsi, 5. Memberlakukan solusi. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang penggunaan prosedur “lima M”, yang dapat digunakan dan dikombinasikan dengan pendekatan pengajaran yang lain, seperti studi kasus, pendekatan konstruktivisme, pembelajara berbasis masalah, pembelajaran berbasis pengalaman, dan pendekatan lain yang sejenis.
Tantangan sektor pendidikan untuk membantu siswa mengatasi permasalahan-permasalahan untuk berbuat banyak bagi masyarakat sekitar di era  yang ditandai dengan ledakan informasi dan perubahan-perubahan yang semakin akseleratif saat ini adalah memfasilitasi mereka untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya, termasuk kemampuan dalam berpikir kritis dan kreatif. Kedua mode berpikir ini bukan hanya penting tetapi juga harus dikembangkan dalam semua jenjang pendidikan, karena keduanya tidak hanya merupakan alat belajar yang strategis, yang membuat pembelajaran lebih efektif dan bermakna serta mendorong individu untuk belajar dan mengembangkan diri seumur hidup, tetapi juga sarana penting dalam kehidupan personal maupun profesional.
Selain itu, tujuan hakiki pendidikan Kristen adalah untuk mengembangkan potensi yang dikaruniakan Allah kepada setiap siswa. Berpikir kritis dan kreatif adalah sebagian dari talenta yang diberikan Allah kepada manusia. Berpikir kritis merupakan inti dari seluruh aktivitas intelektual karena kemahiran inilah yang memungkinkan individu memahami atau mengembangkan argumen, mengajukan bukti-bukti untuk mendukung argument, menarik kesimpulan dan menggunakan data untuk memecahkan masalah. Di lain pihak, berpikir kreatif memampukan individu memproduksi dan menerapkan ide-ide baru dalam konteks tertentu, melihat situsi yang ada dengan cara yang baru, mengidentifikasi penjelasan alternative, dan membuat hubungan baru memberikan hasil lebih baik.
Berpikir kritis dalam pendidikan Kristen merupakan mode berpikir yang berbeda, berpikir kritis dan kreatif berhubungan simbosis, karena kreativitas membutuhkan landasan yang disediakan pemikiran kritis untuk berkembang. Karena kedua mode berpikir itu dapat dikembangkan pada saat bersamaan, baik dikelas maupun disekolah, guru perlu menyediakan kesempatan dan latihan bagi pengembangan kedua mode berpikir tersebut. Untuk mendorong pengembangan berpikir kritis dan kreatif, siswa harus diberikan motivasi untuk berpikir, waktu untuk mengembangkan ide, kalaborasi dan dukungan berupa ketersediaan informasi dan umpan balik. Dengan demikian, dia akan memiliki landasan yang kuat untuk menerapkan pembelajaran yang kreatif, yang kemudian akan mendorong siswa menjadi kreatif.





TERIMA KASIH






Komentar

Postingan Populer