PAPER FILSAFAT PAK

KONSEP PEMBELAJARAN YANG BAIK DALAM KELAS

Di Susun Oleh :
DEWI KARNI RAYA
Semester : III
Tugas ini Diserahkan kepada :
Dr.YOHANNIS SIAHAYA.,M.Th






SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN
TERUNA BHAKTI YOGYAKARTA










                          
       BAB 1
          PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan seringkali tidak sejalan dengan konsep dan prinsip dasar pembelajaran. Dunia pendidikan, lebih khusus  lagi dunia belajar, didekati dengan paradikma yang tidak mampu menggambarkan konsep dan prinsip dasar pembelajaran secara komprehensif.
Praktik-praktik pendidikan dan pembelajaran sangat di warnai oleh landasan teoritik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, dan kepastian (degeng, 2000). Pempentukan ini dilakukan dengan kebijakan penyeragaman pada berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang mengagungkan keseragaman ternyata telah berhasil mengajarkan anak-anak untuk mengabaikan keberagaman atau perbedaan. Dari uraian di atas maka para pendidik dan para perancang pendidikan serta pengembangan program-program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran.









BAB II
    PEMBAHASAN
PENGERTIAN BELAJAR
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri (faktor internal) maupun faktor yang berada di luar individu (faktor eksternal). Faktor internal ialah kemampuan yang dimilikinya, minat dan perhatiannya, kebiasaan, usaha dan motivasi serta faktor-faktor lainnya. Sedangkan faktor eksternal dalam proses  pendidikan  dan pengajaran dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan yakni lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Diantara ketiga lingkugan itu yang paling besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan sekolah seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman-teman sekelas, disiplin dan peraturan sekolah. Unsur lingkungan sekolah seperti yang sudah dijelaskan diatas hakikatnya berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa, yakni lingkungan tempat siswa berinteraksi sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada dirinya. Hasil interaksi tersebut berupa perubahan tingkah laku seperti pengetahuan, sikap, kebiasaan, keterampilan dan lain-lain.

PENGERTIAN MENGAJAR

Mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar. Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat mendapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.
Dalam konsep mengajar diatas tampak bahwa titik berat peranan guru bukan sebagai pengajar, atau pemimpin belajar, atau fasilisator belajar.  Dikatakan pembimbing karena dalam proses tersebut guru memberikan bantuan kepada siswa agar siswa itu sendiri yang melakukan kegiatan belajar.
INTERAKSI BELAJAR DAN MENGAJAR
Belajar dan mengajar merupakan dua  konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacuh kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam suatu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik anatara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung. Interaksi antara guru dengan siswa dibangun atas dasar kempat unsur yaitu tujuan, bahan, metode atau alat, dan unsur penilaian. Keberhasilan interaksi antara guru dengan siswa, salah satu diantaranya bergantung pada bentuk komunikasi yang digunakan oleh guru pada saat ia berinteraksi dengan siswa.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. belajar mengacuh kepada kegiatan siswa, dan mengajar mengacu kepada kegiatan guru. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat pengalaman dan latihan, sedangkan mengajar adalah usaha memberikan bimbingan kepada siswa dalam belajar. Belajar dan mengajar sebagai proses manakala terdapat interaksi antara guru sebagai pengajar dengan siswa sebagai pelajar. Dalam interaksi tersebut harus terdapat 4 unsur utama yakni adanya tujuan pengajaran, adanya bahan pengajaran, adanya metode dan alat bantu pengajaran, dan adanya penilaian untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan pengajaran.
Keempat unsur tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan, bahkan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya.

                                    JENIS BELAJAR DAN HASIL-HASILNYA

Dalam uraian bab satu telah dijelaskan bahwa proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah interaksi antara guru dengan siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dalam interaksi tersebut guru harus lebih banyak menempatkan dirinya sebagai pembimbing belajar siswa. Kegiatan belajar siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran diantaranya bergantung pada sifat bahan atau hakikat bahan ajaran. Bahan yang di pelajari siswa ada yang sifatnya informasi atau fakta, konsep, prinsip, keterampilan, dan sikap.
Atas dasar segi-segi itu maka tipe atau jenis belajar dibedakan menjadi belajar informasi, belajar konsep, belajar prinsip, belajar keterampilan dan belajar sikap. Yang termasuk jenis belajar informasi adalah belajar lambang kata, istilah, defenisi, peraturan, persamaan, dan lain-lain. cara yang paling efektif untuk mempelajari informasi adalah dengan cara membuatnya pola yang bermakna atau kedalam suatu rangkaian yang logis seperti menggunakan kata akronim, dan cara-cara lain.

Ada beberapa petunjuk untuk guru dalam mengajarkan bahan pelajaran yang sifatnya informasi, antara lain : hendaknya siswa di beri penjelasan tentang apa yang harus dipelajari, tingkat hasil belajar yang diharapkan, dan bagaimana materi yang di pelajari bermanfaat untuk mereka.

                                                            BELAJAR KONSEP

Konsep atau pengertian adalah serangkaian perasang dengan sifat-sifat yang sama. Konsep yang sama dapat di defenisikan sebagai pola unsur bersama diantara anggota kumpulan atau rangkaian. Belajar prinsip didefenisikan sebagai pola hubungan fungsional antarkonsep. Beberapa prinsip adalah penguapan, umpan balik, radiasi, gravitasi, pembakaran dan sebagainya. Mempelajari prinsip sama dengan mempelajari konsep. Mempelajari prinsip memerlukan latihan mengingat kembali dan menggunakan prinsip dalam berbagai situasi. Dan ada beberapa hal yang diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan prinsip yaitu : renungkan orientasi, hubungan dengan belajar sebelumnya, dan aplikasi prinsip yang akan di pelajari.
Keterampilan adalah pola kegiatan yang bertujuan, yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang di pelajari. Keterampilan bergerak dari yang teramat sederhana ke yang sangat kompleks. Keterampilan dapat di bedakan dalam dua macam, yakni psikomotor dan intelektual. Keterampilan psikomotor adalah menggergaji, mengecet tembok, menari, mengetik, dan sebagainya. Sedangkan keterampilan intelektual adalah memecahkan soal hitungan, melakukan penelitian, membuat kesimpulan, dan lain-lain. namun, sebenarnya hampir setiap keterampilam, terdiri dari kedua unsur tersebut.
            Belajar informasi adalah belajar lambang, kata, istilah, defenisi, peraturan, dan lain-lain. informasi yang di pelajari tersebut fakta, pengetahuan, atau isi. Belajar informasi itu penting sebelum mempelajari segi lain seperti konsep dan prinsip. Konsep adalah serangkaian pernyataan atau perangsang dengan sifat yang sama, sedangkan prinsip adalah pola hubungan fungsional antara beerapa konsep. Mempelajari prinsip sama dengan mempelajari konsep. Segi belajar lain adalah belajar keterampilan, yakni pola kegiatan dan sifatnya kompleks serta memerlukan manipulasi atau koordinasi informasi yang di pelajari.

Cara belajar siswa aktif (CBSA)
Dalam proses belajar mengajar

CBSA merupakan istilah yang bermakna sama dengan student active learning ( SAL). CBSA bukan disiplin ilmu atau dalam bahasa populer bukan “teori”, melainkan merupakan cara, teknik, atau dengan kata laian disebut “teknologi”.
Dalam bahasa dunia pendidikan dan pengajaran, CBSA bukanlah hal yang baru. Bahkan dalam teori pengajaran, CBSA merupakan konsekuensi logis dari pengajaran yang seharusnya. Artinya merupakan tuntutan logis dari hakikat belajar dan hakikat mengajar seperti yang sudah dijelaskan diatas. Sebagai konsep, CBSA adalah suatu proses kegiatan belajar. Mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melaukan kegiatan belajar. Pengertian tersebut menunjukan bahwa CBSA menempatkan siswa sebagai inti dalam kegiatan belajar-mengajar. Siswa dipandang sebagai objek dan subjek.
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan CBSA adalah salah satu cara strategi belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subjek didik seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien.
Penerapan CBSA dalam proses belajar mengajar

Kita ketahui, bahkan telah dan biasa dilakukan, bahwa proses belajar-mengajar menempuh dua tahapan. Tahapan pertama adalah perencanaa dan tahapan kedua adalah pelaksanaan termasuk penilaian. Perencanaan proses belajar-mengajar berwujud dalam bentuk satuan pelajaran yang berisi rumusan tujuan pengajaran (tujuan instruksional), bahan pengajaran, kegiatan belajar siswa, metode dan alat bantu mengajar, dan penilaian. Sedangkan tahap pelaksanaan proses belajar mengjar adalah pelaksanaan satuan pelajaran pada saat praktek pengajaran, yakni interaksi guru dengan siswa pada saat pengajaran itu berlangsung.
CBSA harus tercermin dalam kedua hal diatas, yakni dalam satuan pelajaran dan dalam praktek pengajaran. Dalam satuan pelajaran, pemikiran CBSA tercermin hakikatnya adalah rencana atau proyeksi tindakan yang akan dilakukan oleh guru pada waktu mengajar. Dengan demikan guru akan mengajar dengan penekanan pada CBSA harus memikirkan hal-hal yang dilakukan serta menuangkannya secara tertulis kedalam suatu pelajaran. Dimulai dari merumuskan Tujuan instruksional (TIK), guru harus memberikan peluang bahwa pencapaian tujuan tersebut menuntut kegiatan belajar siswa yang optimal. Merumuskan bahan pelajaran  harus diatur agar menantang siswa aktif mempelajarinya. Kegiatan belajar siswa ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang adanya kegiatan belajar bersama, kegiatan belajar  kelompok, dan kegiatan belajar mandiri, atau perseorangan. Metode mengajar dan alat bantu  di usahakan dan dipilih oleh guru agar menumbuhkan belajar aktif siswa. Bukan mengajar aktif dari guru. Tempatkan posisi guru sebagai pemimpin dan fasilisator belajar bagi siswa. Demikian pula dalam penilaian, guru hendaknya menyusun sejumlah pertanyaan yang problematis, sehingga menuntut siswa mencurahkan pemikirannya secara optimal.

PRINSIP-PRINSIP BELAJAR SISWA AKTIF

Proses belajar mengajar yang dapat memungkinkan cara belajar siswa aktif harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis. Dalam pelaksanaan belajar hendaknya di perhatikan beberapa prinsip belajar sehingga pada waktu proses belajar-mengajar, siswa melakukan kegiatan belajar secara optimal. Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif, yakni stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respon yang dipelajari, penguatan dan umpan balik, serta pemakaian dan pemindahan. Berikut ini saya akan jelaskan kelima prinsip tersebut.
1.      Stimulus Belajar
Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual, auditif, taktik, dan lain-lain. Ada dua cara yang mungkin membantu para siswa agar pesan tersebut mudah diterima. Cara pertama, perlu adanya pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara kedua, siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan oleh guru kepadanya.
2.      Perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar-mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi, hasil belajar yang capai siswa tidak akan optimal. Ada bebrapa cara untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi, antara lain melalui cara belajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru, memberikan kesempatan kepada siswa untuk  , foto, diagram, dan lain-lain.
3.      Respon yang dipelajari
Belajar adalah proses yang aktif sehingga, apabila tidak di libatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respon siswa terhadap stimulus guru, tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar ang dikehendaki.
Keterlibatan atau respon siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nayata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar seperti memecahkan masalah, mengerjaka tugas yang diberikan oleh guru, menilai kemampuan dirinya dalam menguasai informasi, melatih diri dalam menguasai informasi yang diberikan oleh guru, dan lain-lain.


Jadi cara belajar siswa aktif bukanlah hal yang baru dalam teori pengajaran ( proses belajar-mengajar) sebab merupakan konsekuensi logis dari proses belajar-mengajar disekolah. Hampir tidak terjadi proses belajar-mengajar tanpa adanya keaktifan belajar siswa. Persoalannya terletak dalam hal kadar keaktifan belajar siswa; ada  yang kadar keaktifannya rendah, ada pula yang kadar keaktifannya tinggi. CBSA menuntut adanya kadar keaktifan belajar siswa yang optimal sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal pula. Ditinjau dari proses belajar-mengajar CBSA dapat diartikan salah satu cara strategi mengajar yang menuntut keaktifan dan partisiapasi siswa seoptimal mungkin sehingga mampu menubah tingkah laku siswa secara lebih efektif dan efisien.
Optimalnya kadar keaktifan belajar siswa dapat dikondisikan dari sudut siswa, guru, program belajar, situasi belajar, dan dari sudut sarana belajar. Pikiran perlunya CBSA sekurang-kurangnya didasarkan atas perangkat asumsi yang berkenan dengan pendidikan, hakikat anak didik, hakikat guru, dan asumsi yang berkenaan dengan proses pengajaran. Pewujudan CBSA harus tampak dalam dua hal, yakni dalam perencanaan mengajar yang lazim dikenal dengan satuan pelajaran dan dalam praktek mengajar dikenal dengan istilah strategi atau model mengajar. Keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab strategi atau model mengajar hendaknya didahului oleh suatu perencanaan yang sistematis dn menyeluruh. Dalam hal praktek atau tindakan mengajar, hendaknya di perhatikan prinsip belajar yang memungkinkan timbulnya kegiatan belajar siswa seoptimal mungkin. Prinsip tersebut antara lain adalah stimuls belajar, respon yang dipelajari, perhatian dan motivasi, penguatan, dan pemakaian serta pemindahan.
                                               PERANAN GURU DALAM CBSA

Peranan guru dalam CBSA tidak kalah aktifnya dari siswa. Guru dituntut memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu untuk mengaktifkan belajar para siswanya. Posisi dan peranan guru pada umumnya guru terlalu beranggapan bahwa dirinya merupakan satu-satunya sumber belajar di kelas. Guru merasa bahwa tugasnya sebagai pengajar. Dalam pengajaran yang memiliki kadar CBSA bisa diketahui bahwa guru menempatkan diri sebagai: pemimpin belajar, artinya merencankan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengontrol kegiatan siswa belajar; fasilisator belajar, artinya memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa dalam melakukan kegiatan belajar; moderator belajar, artinya sebagai pengatur arus kegiatan belajar siswa; motivator belajar, artinya sebagai pendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar; evaluator, artinya sebagai penilai yang objektif dan komprensif.
                                                KEMAMPUAN YANG DI TUNTUT OLEH GURU

Ada beberapa kemampuan yang dituntut dari guru agar dapat menumbuhkan CBSA dalam proses pengajaran. Yang pertama adalah mampu menjabarkan pengajaran dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan problematika untuk didiskusikan oleh siswa, dalam bentuk skenariountuk disimulasikan dan atau dideonstrasikan unruk di pecahkan melalui pronblem solving, dalam bentuk konsep dan prinsip untuk diaplikasikan oleh para siswa, dan lain-lain. Yang kedua, mampu merumuskan tujuan instruksional kognitif tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, evaluasi, sekurang-kurangnya aplikasi. Dengan tujuan tersebut maka kegiatan belajar siswa lebih aktif, lebih kaya dan lebih komprehensif. Yang ketiga adalah menguasai cara-cara belajar yang yang efektif seperti cara belajar mandiri, belajar kelompok atau bersama, cara mempelajari buku, cara bertanya atau mengajukan pertanyaan, dan cara mengemukakan pendapat. Pengetahuan tersebut hendaknya ditanamkan kepada siswa sehingga para siswa dapat mempraktekannya dalammelakukan kegiatan belajar mereka.
Terampil dalam melakukan interaksi dengan para siswa dengan mempertimbangkan tujuan dan bahan pengajaran, kondisi siswa, suasana belajar, jumah siswa, waktu yang tersedia, dan faktor yang berkenan degan didri guru itu sendiri. Memahami sifat dan karakteristik siswa, terutama kemampuan belajarnya, cara dan kemampuan belajar, dan hasil belajar yang dicapainya.
Disamping ketermpilan-keterampolan diatas, guru dituntut untuk dapat menyesuaikan interaksinya dengan kesanggupan dan keampuan siswa.
HUBUNGAN GURU DENGAN SISWA
Mengenai posisi dan peranan guru dalam proses pengajaran dapat diramalkan munculnya tiga bentuk hubungan guru-siswa didalam kelas, yakni otoriter, memberi kebebasan penuh, dan demoktratis. Setiap bentuk hubungan diatas akan menghasilakan situasi khusus didalam kelas yang pada akhirnya sampai pada wujud proses belajar.
Jadi ntuk mengoptimalkan kadar cara belajar siswa aktif sangat bergantung pada peranan guru dalam melaksanakan kegiatan pengajaran. Untuk itu, guru sebagai pengajar harus dapat menempatkan diri sebagai pemimpi belajar, fasilitator belajar, moderator belajar, motivator, dan evaluator belajar yang objetif dan komprehensif. Peranan tersebut menuntut adanya kualifikasi pada guru, terutama kemampuan guru dalam mengorganisasi kegiatan belajar-mengajar, baik yang berkenan dengan proses belajar siswa maupun dengan keterampilan mengajar. Kedua kemampuan tersebut berkaitan erat dengan kemampuan sosial guru-siswa dalam proses pengajaran. Ketiga pola hubungan guru-siswa, yakni otoriter, kebebasan penuh, demokratis, menunjukan bahwa sikap demokratis dalam hubungan guru-siswa memberi peluang yang besar untuk menumbuhkan kadar cara belajar siswa aktif.

                
1 . KEDUDUKAN METODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR
         Murid sebagai subjek yang berkembang melalui pengalaman belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan motivator belajarnya murid, membantu dan memberikan kemudahan agar murid mendapatkan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sehingga terjadilah suatu interaksi aktif. Murid belajar sedangkan guru mengelola sumber-sumber belajar guna memberikan pengalaman belajar kepada murid. Dalam proses belajar-mengajar demikian agar membuahkan hasil sebagaimana diharapkan, maka kedua belah pihak baik murid maupun guru perlu memilki sikap, kemampuan dan ketrampilan yang mendukung proses belajar-mengajar itu, untuk mencapai tujuan tertentu.
       Guru seharusnya menyadari tentang perlunya penguasaan berbagai metode yang dapat dipergunakan didalam kelasa untuk mencapai berbagai jenis tujuan. Seorang guru yang sangat miskin penguasaan metode atau teknik mengajar, maka ia akan mencapai tujuannya dengan cara-cara yang tidak wajar, yang berarti akan sangat merugikan dirinya dan juga para murid sebab disiplin menjadi goyah, mutu pelajaran tidak terjamin, minat anak-anak berkurang, perhatian dan kesungguhan belajar menurun. Sebaliknya cara mengajar yang mempergunakan tehnik yang berbagai jenis dan dilakukan secara tepat dan penuh pengertian oleh guru, akan memperbesar minat belajar para murid dan karena itu pula akan mempertinggi hasil pelajaran mereka. Dengan bimbingan, ajakan,rangsangan serta kesempatan yang diberikan kepada para murid untuk ikut serta mengemukakan pendapat, belajar mengambil keputusan, bekerja dalam kelompok, menganalisa,merumuskan,membuat laporan,berdiskusi dan sebagainya, berarti membawa anak-anak pada situasi belajar yang sesungguhnya, bukan sekedar mendengarkan ceramah guru.
                                                                                                                                                                  
3. SIKAP GURU TERHADAP METODE MENGAJAR
         Setiap interaksi belajar-mengajar tentu mempunyai tujuan. Tujuan ini menentukan bentuk dan corak interaksi. Selanjutnya yang dimaksud mengajar, ialah guru atau dosen tidak hanya menghitung berapa jam dia harus mengajar, ketimbang bagaimana saya dapat dan mampu memberdayakan peserta didik agar mereka menguasai kemampuan hidup. Di pihak lain, peserta didik secara sengaja tidak di siapkan untuk membangun kemampuan hidup, tapi lebih pada penguasaan ilmu pengetahuan berbasis mata pelajaran yang tidak secara langsung berkaitan dengan kemampuan hidup dilingkungan keluarganya, masyarakat, bahkan sebagai warga negara dan bangsa. Inilah salah satu peranan yang harus dimainkan guru yang ingin berhasil baik dalam melaksanakan tugasnya. Kemampuan untuk mempertimbangkan sejumlah variabel dan kemampuan untuk mengambil serentetan keputusan, merupakan inti daripada setiap rencana yang akan dilaksanakan.
1. Di dalam penyusunan rencana, guru harus memperhatikan komponen-komponen sebagai berikut :  
a. guru harus mengetahui benar tujuan yang hendak dicapai di dalam mengajar.
b.  memutuskan dan menetapkan tingkah laku yang akan dimiliki dan diperlihatkan oleh     merid setelah berakhirnya satu periode belajar-mengajar.
c. guru harus menetapkan satu strategi pengajaran atau situasi belajar dimana tingkah laku yang diharapkan itu dapat tercapai. Langkah ketika ini menyangkut penggunaan metode dan alat-alat pengajaran.
d. Guru harus mempersiapkan alat-alat evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tercapainya tujuan yang dikehendaki.
Dari keempat komponen di atas maka jelaslah bahwa metode mengajar merupakan bagian integral dari suatu rencana dan perbuatan mengajar. Dalam hubungan ini metode mengajar bukanlah sebagai tujuan, melainkan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan sebaik-baiknya. Guru dapat menentukan metode-metode macam apa saja yang akan dipergunakan setelah ia mengetahui tujuan yang diinginkan. Dan untuk mengetahui tepat tidaknya metode yang dipakai, harus melakukan evaluasi-evaluasi terhadap keseluruhan pelaksanaan rencana dalam hubungan dengan tujuan yang dicapai.
      Oleh karena itu, sekalipun metode mengajar merupakan salah satu alat pendidikan atau pengajaran yang penting dan besar peranannya dalam menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan atau pengajaran, namun guru harus mampu memilih dan menentukan metode mengajar serta alat-alat pengajaran yang tepat sehingga bahan-bahan yang disajikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Jadi setiap guru hendaknya bersikap selektif dan menyadari.

4. JALAN PENGAJARAN
          Kegiatan guru menyajikan bahan studi kepada para siswa, dan kegiatan para siswa dalam usaha memiliki bahan studi itu berlangsung secara berangsur-angsur dan tahap demi tahap. Berlangsungnya guru mengajar dan murid belajar tahap demi tahap itu disebut urutan pengajaran. Sedangkan bagaimana cara mengatur urut-urutan bahan pelajaran yang disampaikan kepada murid dan cara mengatasi kesulitan-kesulitan dari sesuatu bahan studi, disebut jalan pengajaran.
        Apabila seseorang guru akan mengajar, merupakan keharusan baginya membuat suatu perencanaan terlebih dahulu mengenai jalan pengajaran yang akan ditempuh agar supaya para murid dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi dalam mata pelajaran atau bahan studi.

4.      PERSIAPAN MENGAJAR
      Mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sukar menentukan bagaimanakah sebenarnya membuat persiapan mengajar yang baik. Ada guru setelah membuat persiapan mengajar sedemikian rupa, akan tetapi menemui kegagalan dalam pelaksanaan mengajarnya dan sebaiknya ada juga guru yang sekedarnya mempersiapkan diri tapi ternyata pengajarannya berhasil. Sekalipun demikian kita harus berhati-hati dalam memberikan penilain, apakah guru yang hanya membuat persiapan sekedarnya atau tanpa persiapan sama sekali itu akan tetap baik dalam mengajarnya, sebagaimana juga apakah guru yang selalu tekun membuat persiapan-persiapan setiap akan mengajar lama kelamaan tidak akan membawa hasil terhadap usaha pengajarannya.
Setiap guru harus menyadari bahwa persiapan mengajar hanya merupakan pedoman atau petunjuk, bukan sebagai pegangan mutlak. Biasanya pada masa-masa permulaan mengajar memang persiapan dirasakan sangat diperlukan terutama oleh guru-guru baru atau para calon guru. Akan tetapi apabila guru telah mempunyai pengalaman dan sudah cukup lama mengajar mulai tertanam rasa percaya terhadap diri sendiri sehingga sedikit demi sedikit ia tidak lagi berpegangan secara mutlak terhadap persiapan.
Dalam menggunakan persiapan harus memperhitungkan faktor waktu yang tepat pada garis besarnya. Setiap pengalaman riil yakni yang bersumber dari kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menghasilkan pengertian yang sangat teliti dan mendalam, erat sekali hubungannya dengan pengalaman pada tingkat diatasnya sebagaimana tampak pada kerucut. Memang setiap ide atau teori, betapapun abstraknya berasal dari alam nyata. Akan tetapi jika terlampau banyak pengalaman riil atau langsung, mungkin menghambat proses untuk mencapai pengertian abstrak. Karena itu kedua jenis pengalaman abstrak dan konkrit jangan dipandang sebagai hal yang bertentangan. Keduanya harus sejalan karena keduanya memang di perlukan.
      Kecuali itu tidak selamanya yang abstrak itu lebih sulit dari pada yang kongkrit. Bahkan kadangkala yang kongkrit lebih mengacaukan daripada sesuatu yang abstrak. Biasanya langkah ini dilakukan bersamaan dengan penentuan kegiatan belajar murid-murid yang perlu ditempuh, agar nantinya dapat melakukan apa-apa yang telah dirumuskan dalam tujuan instruksional. Setiap point atau setiap butir di dalam rumusan tujuan intruksional harus ada pengejawantahannya dalam jenis kegiatan-kegiatan belajar tertentu yang perlu ditempuh para murid. Atas dasar penetapan kegiatan belajar tersebut dapatlah dengan mudah menetapkan materi atau bahan pengajaran. Kecuali itu dalam kurikulum yang sedang dikembangkan secara implisit materi pengajaran telah tercantum didalamnya. Jadi kegiatan belajar murid erat hubungannya dengan materi pelajaran.

 PROGRAM KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR
       Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam langkah keempat ini terutama menentukan cara atau metode serta alat-alat yang hendak dipakai termasuk pula menentukan jadwal yaitu urutan waktu yang digunakan dalam pelajaran itu. Di atas telah disebutkan bahwa materi pelajaran erat hubungannya dengan kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh oleh para murid. Kemudian bagaimana caranya serta alat-alat apa yang dipergunakan dalam menyampaikan materi pelajaran itu kepada murid-murid, sangat tergantung pula pada jenis kegiatan-kegiatan belajar yang seharunya ditempuh dan tujuan-tujuan yang harus ditempuh. Untuk itu perlu ditetapkan metode yang tepat, apakah dengan metode ceramah, demonstrasi, atau diskusi, dan sebagainya serta kemungkinan-kemungkinan pelaksanaannya.
Selanjutnya mengenai alat bantu mengajar atau peraga yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan belajar yang ditempuh para murid, antara lain berupa gambar, foto, bagan, diagram, grafik atau benda, benda model, film, tape dan intsrumen-intsrumen lain. Kemudian perlu perinci pula mengenai lamanya waktu yang diperlukan untuk mengajarkan materi pelajran. Pokok-pokok materi manakah yang akan diberikan pada hari kedua atau minggu kedua, dan seterusnya.
Untuk ini guru pada prinsipnya berpegang pada rencana yang telah disusun dalam langkah keempat, baik mengenai materi atau isi, metode maupun alat-alat pelajaran yang digunakan. Sebelum materi pelajaran itu disajikan, guru hendaknya terlebih dahulu menjelaskan kepada murid tentang tujuan intruksional yang akan dicapai sehingga mereka mengetahui tentang kemampuan-kemampuan apa yang diharapkan dari mereka bisa timbul setelah selesai mengikuti program pengajaran yang diberikan guru tersebut.
Dengan melakukan dua cara perbandingan yaitu hasil keseluruhan test dan hasil item demi item, maka guru akan mengetahui:
     1. hasil belajar yang dicapai oleh masing-masing murid dari program pengajaran yang telah disusun dan dilaksanakannya.
     2. sampai sejauh mana program pengajaran yang telah dilaksanakannya itu berhasil mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah dirumuskannya.
     3. kekurangan atau kelemahan-kelemahan yang masih terdapat pada bagian-bagian tertentu dari program pengajarannya itu, sehingga merupakan petunjuk baginya untuk mengadakan usaha-usaha perbaikan dan penyempurnaan.
Anak yang belajar merupakan suatu keseluruhan, merupakan suatu pribadi yang memiliki aspek intelektual, emosional, jasmaniah,sosial dan sebagainya. Dengan demikian mengajar berarti membentuk pribadi memiliki kepekaan terhadap masyarakat. Itulah sebabnya kurikulum difungsikan ke dalam masyarakat. Belajar adalah suatu proses perkembangan. Anak merupakan suatu organisme yang tumbuh dan berkembang. Karena itu suatu mata pelajaran dapat dicernakan anak bila sesuai dengan tingkat kematangan tertentu. Belajar melalui pemahaman. Belajar tercapai bila anak mendapat pengertian tentang seluk beluk atau hubungan tertentu dalam unsur-unsur suatu situasi yang mengandung suatu problem. Menurut teori ini pemahaman tidak boleh dengan jalan mengulang dan latihan. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, tujuan. Ini tercapai apabila pelajaran langsung bertalian dengan apa yang diperlukan murid dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu guru hendaknya dapat menimbulkan minat anak. Belajar adalah suatu proses yang berlansung terus menerus. Anak tidak hanya belajar di sekolah, akan tetapi juga di luar sekolah. Malahan dari luar sekolah banyak memperoleh pengalaman. Itulah sebabnya timbul gagasan extra curricular activitas. Timbulnya bermacam-macam teori belajar suatu pertanda bahwa proses belajar itu memang kompleks. Di antara berbagai macam teori yang dikemukakan tentu ada kelemahan masing-masing disamping perbedaan-perbedaan dari sudut mana ia memandang.
Selanjutnya atas dasar hasil-hasil penelitian dan pengalaman, kita dapat mengemukakan beberapa faktor yang merupakan persoalan inti dalam ilmu belajar, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Selanjutnya untuk menambah pengertian kita tentang proses belajar-mengajar, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan daya jiwa dalam tingkatan tertentu. Setelah mengikuti pengajaran yang diberikan oleh guru, diharapkan murid itu memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam bidang-bidang tersebut sesuai dengan tujuan pengajaran.
     Ketrampilan melakukan sesuatu yang berguna harus lebih tinggi nilai dan mutunya setelah mengikuti pengajaran. Sikap tidak wajar terhadap masyarakat yang semula terdapat pada diri anak diharapkan mengalami perubahan selama pengajaran dan setelah pengajaran berakhir sikap tersebut menjadi wajar, demikian seterusnya.
Memang tidak semua perubahan terjadi pada diri seseorang karena orang tersebut telah belajar. Misalnya bayi yang semula tidak pandai memegang benda kemudian dapat memegang benda, yang semula tidak dapat duduk kemudian bisa duduk sendiri. Perubahan-perubahan tersebut terjadi terutama karena kematangan. Selain itu ada juga anak yang memperoleh kecekatan, pengertian, pengetahuan, peningkatan perkembangan jiwa dan sikap karena pengalaman atau karena yang bersangkutan berusaha untuk itu. Kemampuan dan pengetahuan semacam ini disebut kecakapan dan pengetahuan pengalaman. Biasanya kecakapan dan pengetahuan pengalaman ini kurang teratur tetapi kesannya sangat mendalam dan tak mudah dilupakan.
      Disekolah melalui pendidikan formal anak harus memperoleh pengetahuan dan dengan kecakapan yang sengaja dan terencana disajikan oleh guru kepada anak. Penyajian itu berlangsung secara teratur dan tertentu. Sehingga kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki anak tidak kacau, melainkan tersusun rapi sesuai dengan tingkat perkembangannya. Kecakapan dan pengetahuan pemberian atau kecakapan dan pengetahuan keilmuan. Jelas tidaknya, benar salahnya pengetahuan keilmuan yang dimiliki anak, banyak tergantung pada pengetahuan guru sendiri, cara menyajikannya agar dimiliki murid dengan sempurna, di samping masih banyak faktor-faktor lain yang turut menentukan seperti keadaan jasmani dan rohani anak, situasi masyarakat serta lingkungan sekitar di mana anak itu hidup, dan sebagainya. Menggugah semangat dan minat anak pada waktu guru mengajar adalah unsur penting dalam didaktik-metodik.
      Dalam perkembangan sejarah dunia pendidikan, kita mengenal berbagai definisi tentang mengajar, antara lain:
     a. mengajar ialah menanamkan pengetahuan pada anak, agar anak menguasai pengetahuan sebanyak-banyaknya yang diajarkan oleh guru. Dengan demikian anak dianggap pasif dan gurulah yang memegang peranan utama. Ilmu pengetahuan yang diajarkan bersumber dari buku-buku, sehingga pelajaran bersifat intelektualistis tanpa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
     b. mengajar ialah menyampaikan pengetahuan pada anak, agar anak mengenal kebudayaan bangsanya dan dunia pada umumnya. Jadi hampir sama dengan definisi pertama diatas hanya lebih menekankan segi pewarisan pengetahuan atau kebudayaan. Disinipun anak dianggap pasif, padahal disamping menguasai ilmu pengetahuan atau kebudayaan yang ada seharusnya anak-anak juga aktif membantu memperkaya kebudayaan itu dengan menciptakan kebudayaan baru yang selaras dengan perkembangan zaman.
c. mengajar ialah suatu aktivitas mengorganisasi mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Pengertian ini meliputi faktor guru, anak dan lingkungan yang diorganisir dalam bentuk bahan pengajaran yang ketiga-tiganya mendapat perhatian guna memperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Selain itu terkandung pula maksud dalam definisi in bawha yang belajar adalah anak itu sendiri berkat kegiatannya sendiri pula, sedangkan guru hanya mengorganisir serta membimbing anak dengan bantuan semua faktor lingkungan termasuk dirinya buku-buku, alat-alat peraga dan sebagainya sehingga pengajaran ini lebih bersifat pupil centered.
Sekitar permulaan abad keduapuluh pernah disebut abad kanak-kanak,disaat mana anak-anak mulai mendapat perhatian, dijadikan obyek penyelidikan dan diakui sebagai manusia utuh menurut usia perkembangannya dan dihormati penuh sebagai penghormatan terhadap orang dewasa. Anak tidak lagi dianggap sebagai kertas yang ditulis atau bejana yang di isi oleh guru dengan bahan pengajaran. Proses pengajaran yang efektif hanya mungkin dicapai jika anak itu sendiri turut aktif dalam merumuskan serta memrcahkan masalah atas bimbingan guru.
Pola pupil-centered education memandang murid sebagai titik pusat terjadinya proses belajar dan sebagai subjek yang berkembang melalui pengalaman belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator  dan motivator belajarnya murid, membantu, membimbing dan memberi kemudahan agar murid mendapat pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta merangsang, memberikan dorongan sewaktu-waktu diperlukan. Pola teacer-centered education tidak dapat dipertahankan lagi, lebih-lebih perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, serta kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pendidikan dan ilmu jiwa itu sendiri yang lebih sempurna.
      Dalam pola pupil centered education sebagaimana diuraikan di atas, baik murid maupun guru kedua-duanya aktif, kedua-duanya berinteraksi. Murid belajar dan guru selaku tenaga pengajar mengelolah sumber-sumber belajar, termasuk dirinya sendiri, guna memberikan pengalaman belajar kepada murid. Dalam interaksi yang demikian itu terjadi proses belajar pada murid dan kegiatan mengajar pada guru. Secara teknis hal itulah yang disebut proses belajar-mengajar. Agar proses belajar-mengajar membuahkan hasil sebagaimana diharapkan, maka baik murid maupun guru perlu memiliki sikap, kemampuan serta ketrampilan yang mendukung proses belajar-mengajar itu. Atas dasar teori-teori tersebut, gurulah yang selalu aktif dalam menetukan bahan pelajaran, meneliti, menguraikan, memecahkan masalah,mengadakan perbandingan dan membuat ikthisar. Murid hanya mendengarkan, mencatat, menjawab bila ditanya. Mereka hanya berkerja atas perintah guru, menurut cara yang ditentukan oleh guru dan berfikir mengikuti arah yang digariskan oleh guru. Sekalipun sebenarnya anak-anak tidak sepenuhnya pasif akan tetap pengajaran pola lama ini tidak mendorong anak-anak untuk berfikir dan berbuat sendiri atas tanggung jawab sendiri. Dengan pengajaran seperti mungkin murid-murid banyak tahu tetapi kurang mampu menerapkannya pada situasi yang dihadapi dalam hidupnya. Pengajaran menurut konsepsi lama yang verbalistis ini telah banyak ditinggalkan orang. Mengalami dalam proses belajar berarti menghayati sesuatu situasi aktuil yang sekaligus menimbulkan respons-respons tertentu dari pihak murid sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku, perubahan didalam perbendaharaan konsep-konsep (pengertian) dan kekayaan informasi. Karena itu tugas mengajar dapat diartikan membina rangkaian pengalaman yang dapat dijadikan sumbu pengetahuan dan ketrampilan murid.
Karena proses belajar tidak dapat dipisah-dipisahkan peristiwanya antara individu dengan  lingkungan pengalaman murid, maka sebelum memulai pelajaran yang baru sebagai batu loncatan, guru hendaknya berusaha menghubungkan terlebih dahulu dengan bahan pelajarannya yang telah diketahui dari pelajaran yang lalu atau dari pengalaman. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan murid-murid terhadap pelajaran dan pengalaman yang lalu itu, guru bisa mengukurnya dalam bentuk pertanyaan. Hal ini penting artinya sebagai titk tolak untuk memulai bahan pelajaran yang baru. Itulah sebabnya pengajaran harus maju setingkat demi setingkat sehingga berlangsung secara kontinu, yang dahulu merupakan suatu persiapan bagi yang akan datang demikian seterusnya. Yang dimaksud apersepsi ialah suatu gejala jiwa yang dialami apabila kesan baru masuk kedalam kesadaran seseorang dan berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki disertai proses pengolahan sehingga menjadi kesan yang lebih luas. Dalam proses mengajar. Azaz apersepsi ini penting pula artinya dalam usaha menghubungkan bahan pelajaran yang akan diberikan dengan apa yang telah dikenal pelajaran yang akan diberikan dengan apa yang telah dikenal anak. Sebelum memulai pelajaran baru, guru harus berusaha menemukan titik-tolak sebagai batu loncatan untuk menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan , merupakan suatu pribadi pengetahuan yang dikuasai murid. Menggunakan jalan pelajaran yang induktif: dari berbagai contoh menuju ke dalil-dalil, hukum-hukum, dari yang mudah ke yang sukar, dari hal-hal yang bersifat khusus ke yang bersifat umum, dari hal-hal yang kongkrit ke yang abstrak.  Dalam menjelaskan pelajaran hendaknya dengan menghubungkan masalah-masalah pokok kehidupan sehar-hari yang harus dipecahkan oleh anak-anak. Dalam menyelesaikannya mungkin sekali anak-anak mempelajari hal-hal berkenaan dengan sejarah, ilmu hayat, keseniaan dan sebagainya, akan tetapi apa saja yang dipelajari, tidak merupakan fakta-fakta yang berdiri sendiri melainkan senantiasa sebagai bagian dalam hubungan yang lebih luas. Bahwa keseluruhan itu lebih daripada jumlah bagian-bagian. Manusia adalah organisme yang aktif berfikir dan berbuat suatu keseluruhan dalam mengadakan interaksi dengan lingkungan. Karena lingkungan tidak statis melainkan dinamis maka tidak mungkin diberikan kepada seseorang yang lengkap guna menghadapi situasi yang berubah. Dengan demikian teori ini tidak sependapat adanya bagian otak yang mempunyai fungsi tertentu dapat adanya bagian otak yang mempunyai fungsi tertentu dan tak mungkin diberi latihan ulangan yang sama.
Anak yang belajar merupakan suatu keseluruhanng memiliki aspek intelektual,pendidikan tersebut meliputi program-program pembinaan pendidikan dasar, menengah tingkat. Pokoknya kelas wajib diubah menjadi ruang kerja. Lain daripada itu serambi dan bangsal anak bermain dapat dipakai juga. Karena pengajaran selalu diberikan secara itu-itu saja, minat anak lambat-laun menjadi kendur dan akhirnya anak hilang sama sekali. Pengajaran proyek membutuhkan keaktifan anak yang sungguh-sungguh dan yang terus-menerus. Akhirnya anak menjadi lesu karenanya. Beberapa mata pelajaran kurang mendapat perhatian, karena cara mengajar tanpa proyek dan dengan proyek total itu ada baiknya dan ada buruknya, maka baiklah dipakai perpaduannya.
            Timbulnya sekolah kerja adalah pelaksanaan dari aliran pedagogik, yang dinamai pedagogik sosial. Terlalu banyak adanya pelajaran dari buku hingga mungkin pengetahuan anak berat sebelah atau kurang hubungan sama lain, karena kurang adanya pimpinan menghubung-hubungkannya. Karena kurangnya pengajaran langsung dari guru, maka pelajaran bahasa asing dapat terkucil. Ucapan bahasa asing kurang mendapat pemiliharaan yang cukup. Karena pendidikan adalah suatu segi penting dalam pendidikan sosial, maka sekolah kerja harus merupakan suatu masyarakat, tempat mendapatkan latihan dan pengalaman, yang amat penting artinya untuk pendidikan sosial watak dan kecerdasan.  Sekolah kerja atau sekolah pembangunan bertujuan mendidik anak melalui berbagai keterampilan agar suka berkerja produktif sesuai dengan bakatnya guna memperoleh nafkah dan ikut membangun masyarakat demi demi keluhuran nusa dan bangsa. Pangkal dan tujuan usaha pendidikan dan pengajaran harus terletak pada anak sendiri, tidak pada metode, bahan pengajaran atau guru. Segala sesuatu harus atau keluar dari anak sendiri dan tidak dipaksakan dari luar kepadanya. Tujuannya adalah kepentingan anak se-utuhnya. Sekolah kerja mendidik murid agar menjadi suatu pribadi yang berani berdiri sendiri, bertanggungjawab untuk menjadi anggota yang baik dari suatu masyarakat. Inilah segi soaial. Bahan pengajaran harus tidak diberikan terpisah-pisah melainkan sebagai suatu keseluruhan atau totalitas dengan suatu masalah hidup sebagai pusat. Masalah itu harus rapat hubungannya dengan perhatian murid, karena segala sesuatu yang sesuia dengan insting anak tertentu menarik perhatiannya.
            Untuk mengembangkan sifat sosial, yaitu berkerja sama, saling tolong-menolong, berkorban untuk orang lain, berperasaan sepenanggungan dan tidak saling bersaingan, guru menganjurkan agar murid bersama menyelesaikan tugasnya, asal tidak hanya teron-menoron saja atau kutip-mengutip. Juga ada tugas tersendiri yang harus diselesaikan bersama. Jika seorang murid karena sesuatu hal mengira bahwa ia tidak akan dapat menyelesaikan tugasnya dalam sekolah, maka ia boleh membawa sebagian tugasnya pulang untuk diselesaikan di rumah ia sendiri yang mengatur itu, karena ia sendiri yang bertangungjawab atas selesainya, begitulah pekerjaan rumah itu merupakan pekerjaan suka rela. Pengajaran selanjutnya atau mata pengajaran yang lain harus dipusatkan atas itu. Lingkungan anak itu, kecuali berguna untuk memberikan kesempatan agar anak aktif, juga untuk menarik perhatian anak. Begitulah pengajaran yang dipusatkan atas dasar barang sekitar akan mendapat perhatian spontan dari anak. Lagi pula bahan pengajarannya amat berharga untuk anak, karena pengetahuan tentang alam sekitar dapat dipraktekkan dalam masyarakat jadi fungsionil praktis.
            Pendidikan rohani. Dalam pendidikan rohani ia mengutamakan manusia berkepribadian, berwatak berdasarkan fikirnya. Ini sesuai dengan anggapannya, bahwa fikir berada diatas segalanya dan merupakan hakim tertinggi baginya. Pendirian ini menentang pendidikan, pada waktu itu pendidikan mengutamakan manusia yang pandai mengabdi dengan perbuatan semu untuk menyenangkan atasan dan orang lain. Motif perbuatan manusia berwatak adalah harga diri, dengan nama baiknya. Norma kesusilaan tidak boleh ditanam berdasarkan agama, melainkan berdasarkan pemikiran berpegangan pada pemikiran sehat orang memperoleh watak dan keberanian yang baik. Watak dihargai lebih tinggi daripada pengetahuan. Pendidikan formil lebih diutamakan daripada materiil. Karena itu pendidikan dalam keluarga oleh orang tua dan pengasuh di rumah lebih diutamakan daripada pendidikan di sekolah. Pengajaran disekolah pengajaran wajib berdasarkan pengalaman dengan cara induktif melalui indera, sambil bermain-main. Dengan permainan anak tetap memiliki sifat gembiranya kekuatan kesehatan dipertinggi denganya. Lagi pula dengan permainan anak memperoleh berbagai pengalaman. Ilmu pasti berguna untuk mempertinggi kemampuan membentuk pendapat dan berhitung untuk nilai praktisnya. Ketertiban di sekolah ketertiban berdasarkan paksaan yang menimbulkan perbuatan semu, melainkan ketertiban yang lebih lunak, yaitu ketertiban batin berdasarkan daya tangkap anak akan kegunannanya. Hukuman bada dan hadiah tidak disetujuinya. Pandangan mengenai pendidikan sejalan dengan pandangan hidupnya sebagai seorang kristen. Pandangan hidupnya secara singkat dapat dituturkan sebagai berikut. Manusia itu diciptakan oleh Tuhan untuk Tuhan. Manusia ditempatkan di atas segala makhluk dan diciptakan sebagai makhluk yang berfikir. Akibat dari pandangan tersebut adalah bahwa anak harus disiapkan ke Tuhan. Persiapan itu berupa pendidikan ketuhanan,budipekerti, dan intelek.

            sendiri dan makhluk yang lain. Inilah pendidikan budipekerti,yang harus memimpin anak untuk berhati-hati, bijaksana,sederhana,berani,jujur,adil,ugahari dalam segala hal. Sebagai makhluk tertinggi manusia wajib dididik untuk dapat menguasai dirinya Bekerja dengan kesungguhan adalah suatu alat penting dalam pendidikan budipekerti. Sebagai makhluk berfikir, manusia wajib dididik untuk mengetahu dirinya sendiri isi dunia yang lain, pekerjaan manusia, bahasa manusia, dan sebagainya. Inilah pendidikan intelek yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam membahas sebagai pengajar atau ahli didaktik.

Komentar

Postingan Populer