teori belajar
Nama : Dewi Karni Raya
Prodi : PAK
Sem : 1
M.
K : Teori Belajar
TEORI
BELAJAR HUMANISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM
PEMBELAJARAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar bukan hanya
menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri peserta didik. Perubahan sebagai
hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuanya, sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya,
daya reaksinya dan daya penerimaanya. Jadi, belajar adalah suatu
proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada peserta
didik. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses
berbuat melalui situasi yang ada pada peserta didik.
Belajar merupakan
sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak
untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah
perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia
tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu
agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti
adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan
tersebut.
Secara
luas, teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau
bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok
manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat
perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor.
Dalam
suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar,
secara umum teori belajar dikelompokan dalam empat kelompok atau aliran
meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitifistik (3)
Teori Belajar Konstruktifistik (4) Teori Belajar Humanistik.
Salah
satu teori belajar yaitu humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai
dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Teori ini menyakini bahwa klien
sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
dalam Sudrajat bahwa teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada
klien. (Sudrajat, 2013).
Deskripsi
di atas menunjukkan betapa pentingnya mendeskripsikan dan mengkaji teori
belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran di tengah kegagalan
pendidikan di Indonesia yang lebih mementingkan dan hanya menjadikan aspek
kognitif sebagai acuan terbesar dalam mengukur kualitas pendidikan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang
dikemukakan pada latar belakang, dapata diformulasikan permasalahan pokok
sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan teori belajar humanistik?
2. Siapakah
tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik?
3. Bagaimana
prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
4. Bagaimana
aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
C. Tujuan dan Kegunaan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mendapatkan deskripsi tentang teori belajar humanistik.
2. Untuk
mengetahui tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip teori belajar humanistik.
4. Untuk
mendapatkan gambaran tentang aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam
pembelajaran.
Sedangkan kegunaan
penulisan makalah ini adalah diharapkan kajian ini dapat menjadi bahan bacaan
dalam rangka menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bagi
pencinta kajian psikologi dan sosiologi pendidikan Islam.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori
Belajar Humanistik
Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta
didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar
humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam
kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses
belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih
tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar
seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian..
Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan
manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar
humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori
belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya.(Uno, 2006: 13)
Selanjutnya
Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan humanistik adalah pengembangan
nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan
pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir
produktif Pendekatan sistem bisa dapat di lakukan sehingga para peserta didik
dapat memilih suatu rencana pelajaran agar mereka dapat mencurahkan waktu
mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah pelajaran yang akan
dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan aktifitas-aktifitas kreatif
yang mungkin dilakukan.pembatasan praktis dalam pemilihan hal-hal itu mungkin
di tentukan oleh keterbatasan bahan-bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam
pendekatan sistem itu sendiri tidak ada yang membatasi keanekaragaman
pendidikan ini. (Uno, 2006: 13).
Tujuan utama para
pendidik adalah membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
Jadi, teori belajar
humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
B. Tokoh Teori
Humanistik
1.
Carl Rogers
Carl R.
Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi.
Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena
itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber
pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua
ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak
bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang
tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran
akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana proses
belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena
ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari,
mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri
tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan
guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori humanisme
adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan
iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar,
(2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk
memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar,
(4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima
pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana
adanya. (Hadis, 2006: 72)
2.
Arthur Combs
Belajar terjadi bila
mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika
atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan
merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya.
Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu
guru harus memahami perilaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia
persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya,
guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.
Perilaku internal
membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru
membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti
tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari
materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan
lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan
kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari
persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin
jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya
terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan
diri, makin mudah hal itu terlupakan.
C. Prinsip-prinsip
Teori Belajar Humanistik
Pendekatan humanistik
menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang
sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan
materi atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik
mengembangkan diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut
telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran yang
menekankan aspek humanistik pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam
metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik adalah yang terpenting dan
perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap
penting dalam pembelajaran mereka. Pendekatan humanistik mengutamakan peranan
peserta didik dan berorientasi pada kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi
atau bahan ajar harus dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang
secara utuh, bukan sekedar sebagai sesuatu yang intelektual semata-mata.
Seperti halnya guru, peserta didik adalah manusia yang mempunyai kebutuhan
emosional, spritual, maupun intelektual. Peserta didik hendaknya dapat membantu
dirinya dalam proses belajar mengajar. Peserta didik bukan sekedar penerima
ilmu yang pasif. (Purwo, 1989: 212)
Beberapa prinsip Teori
belajar Humanistik:
1. Manusia
mempunyai belajar alami
2. Belajar
signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu
3. Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
5. Bila
bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6. Belajar
yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
7. Belajar
lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar
yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
9. Kepercayaan
pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
10. Belajar
sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari
teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting
yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa
ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk
mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih
bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3)
belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar
secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang
belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar
atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun
perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan
kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang
lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
D. Aplikasi Teori
Belajar Humanistik
Aplikasi teori
humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta
didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.(Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan
sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran
lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang
umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan
partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas ,
jujur dan positif.
3. Mendorong
peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas
inisiatif sendiri
4. Mendorong
peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri
5. Peserta
didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru
menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi
ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.
E. Implikasi Teori
Belajar Humanistik
Penerapan teori
humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi
peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan
sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Psikologi humanistik
memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai
cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai
adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5. Dia menempatkan
dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok.
6. Di dalam
menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca
penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil
prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap
waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam
dan kuat selama belajar
10. Di dalam
berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali
dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993: 65).
Ciri-ciri guru yang
fasilitatif adalah :
1. Merespon
perasaan peserta didik
2. Menggunakan
ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog
dan berdiskusi dengan peserta didik
4. Menghargai
peserta didik
5. Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan
isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari peserta didik)
7. Tersenyum
pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
Guru-guru cenderung
berpendapat bahwa pendidikan adalah pewaris kebudayaan, pertanggungan jawaban
sosial dan bahan pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa masalah ini
tidak dapat di serahkan begitu saja kepada peserta didik.
III. PENUTUP
Dari deskripsi yang
dikemukakan pada pembahasan, dapat dikemukakan beberapa poin penting sebagai
kesimpulan, yaitu:
1. Teori
Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan
bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi
dirinya
2. Tokoh
dalam teori ini adalah C. Roger dan Arthur Comb.
3. Aplikasi
dalam teori ini, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan,
norma, disiplin atau etika yang berlaku serta guru hanya sebagai fasilitator.
4. Teori belajar
humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Teori
humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator.
DAFTAR PUSTAKA
Dakir, Dasar-dasar
Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
Darsono, Max. Belajar
dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
F., Azies dan A.
Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori dan
Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
Hadis, Abdul. Psikologi
Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Mulyati, Psikologi
Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset. 2005.
Purwo, Bambang
Kaswanti. (ed.).PELLBA 2: Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya.
Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. 1989.
Soemanto, Wasty. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998.
Sudrajat, Ahkmad. Media
Pembelajaran. Artikel. Diakses di http://ahkmadsudrajat.
wordpress. com /bahan-ajar/media-pembelajaran/,
tanggal 20 Mei 2013.
Sukmadinata, dan Nana
Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet. IV, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Suprobo, Novina. Teori
Belajar Humanistik. Diakses di http://novinasuprobo.
wordpress. com /2008/06/15/teori-belajar-humanistik/ tanggal 12 Mei 2013.
Komentar
Posting Komentar