MITONI HCD
Nama : Dewi Karni Raya
Prodi : PAK
Sem : V
M.K : HCD
Dosen
: Dr. Nunuk Rinukti Siahaya.,M.Th
Dalam
tradisi Jawa, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang
sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni
berasal dari kata ‘am’ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ’7′ (pitu) yang
berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini
merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang dilakukan pada bulan
ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan tujuan agar jabang bayi
dalam kandungan dan sang ibu yang mengandung senantiasa memperoleh keselamatan.
Mitoni
tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang dianggap
baik untuk menyelenggarakan upacara mitoni. Hari baik untuk upacara mitoni
adalah hari Selasa (Senin malam, selasa pagi/siang) atau Sabtu (Jumat malam,
sabtu pagi/siang). Sedangkan tempat untuk menyelenggarakan upacara biasanya
dipilih di depan suatu tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu senthong
tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi
Sri, dewi padi. Karena kebanyakan masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong,
maka upacara mitoni biasanya diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang
mempunyai luas yang cukup untuk menyelenggarakan upacara.
Secara
teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga
yang dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat
seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara
kehamilan. Serangkaian upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni adalah:

1. Siraman
atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri,
baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan
calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak
tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar. Upacara
siraman dilakukan di kamar mandi dan dipimpin oleh dukun atau anggota keluarga
yang dianggap sebagai yang tertua.


2. Upacara
memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang
suami melalui perut dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara
ini dilaksanakan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir
dengan mudah tanpa arah melintang.


3. Upacara
brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari
Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra ke dalam sarung dari atas
perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak
bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.
Upacara brojolan dilakukan di depan senthong tengah
atau pasren oleh nenek calon bayi (ibu dari ibu si bayi) dan diterima oleh
nenek besan. Kedua kelapa itu lalu ditidurkan di atas tempat tidur layaknya
menidurkan bayi.
Secara
simbolis gambar Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Sembadra melambangkan
kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti
tokoh yang digambarkan tersebut. Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan
Sembadra merupakan sosok tokoh ideal orang Jawa.
4. Upacara
ganti busana dilakukan dengan jenis kain/jarik sebanyak 7 (tujuh) buah dengan
motif kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang
terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang
tersirat dalam lambang kain.
Motif kain tersebut adalah:
Motif kain tersebut adalah:
·
sidomukti (melambangkan kebahagiaan), sidoluhur
(melambangkan kemuliaan),
·
truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan
selalu dipegang teguh),
·
parangkusuma (melambangkan perjuangan
untuk tetap hidup),
·
semen rama (melambangkan agar cinta kedua
orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selma-lamanya/tidak
terceraikan),
·
udan riris (melambangkan harapan agar
kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan),
·
cakar ayam (melambangkan agar anak yang
akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya). Kain
terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem dengan
kemben motif dringin. Upacara ini dilakukan di senthong tengah.
5. Upacara
memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Janur/lawe dapat diganti dengan daun kelapa
atau janur. Lilitan ini harus diputus oleh calon ayah dengan maksud agar
kelahiran bayi lancar.
6. Upacara
memecahkan periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur).
Maksudnya adalah memberi sawab (doa dan puji keselamatan) agar nanti kalau si
ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah.
7. Upacara
minum jamu sorongan, melambangkan agar anak yang dikandung itu akan mudah
dilahirkan seperti didorong (disurung).
8. Upacara
nyolong endhog, melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat
pencuri yang lari membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh
calon
ayah dengan mengambil telur dan membawanya lari dengan cepat mengelilingi
kampung.
Dengan
dilaksanakannya seluruh upacara tersebut di atas, upacara mitoni dianggap
selesai ditandai dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan mengelilingi
selamatan. Selamatan atau sesajian sebagian dibawa pulang oleh yang menghadiri
atau meramaikan upacara tersebut.
Lambang
atau makna yang terkandung dalam unsur Upacara Mitoni
Upacara-upacara
mitoni, yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh
bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan
sebagai berikut :
1. Sajen
tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah
tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di
gunung-gunung.
2. Sajen
bubur/jenang abang dan jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita
yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir.
3. Sajen
berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam
keadaan segar.
4. Cengkir
gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi
gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir
lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur Kamajaya. Kalau bayi lahir
perempuan akan secantik dan mempunyai sifat-sifat seluhur Dewi Ratih.
5. Benang
lawe
atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya adalah
mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi.
6. Kain/jarik dalam tujuh motif
melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan
bagi si anak kelak kalau sudah lahir.


7. Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak
bayi yang sedang dikandung mudah kelahirannya.
8. Sajen berupa telur yang nantinya
dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah maka bayi yang
lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang lahir nantinya adalah
laki-laki.
Jadi,
tradisi mitoni merupakan tradisi bagi masyarakat jawa untuk menyambut sang
bayi. Jadi anak merupakan anugerah tersendiri bagi orang tua yang di nantikan.





Komentar
Posting Komentar