TEOLOGI SISTEMATIKA
Nama
: Dewi Karni Raya
Prodi
: PAK
Sem
: V
M.
K : Teologi Sistematika
Dari
buku yang berjudul “Teologi Sistematika” pengarang dari Henry C. Thiessen
direvisi oleh Vernon D. Doerksen, yang diterbitkan oleh Gandum Mas, pada tahun
1979 di Malang, Jawa Timur, hal 1-9.
Teologi
sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari Tuhan dan karya-karya-Nya,
sedangkan teologi sistematika merupakan sajian teratur dari sajian penelitian
teologi. Teologi yang liberal tidak menagkui bahwa ajaran dan isi Alkitab sebagi
Firman Tuhan itu mutlak benar, melainkan menerima bahwa segala sesuatu
mengalami perubahan yang terus menerus. Karena itu berangapan bahwa
mengungkapkan sebuah pandangan yang pasti tentang Tuhan dan kebenaran teologis
bukan merupakan sikap yang dipertanggungjawabkan. Sekalipun demikian,
kesarjanaan injili percaya dengan teguh bahwa didunia ada beberapa hal yang
kokoh dan tetap.
Istilah
“teologi” dalam dewasa ini diapakai dalam artiannya yang luas maupun dalam
artiannya yang sempit. Istilah “teologis” berasal dari kata yunani, yaitu theos dan logos theos berarti “Tuhan”
dan logos berarti “Kata” atau “wejangan” atau “ajaran”. Dengan demikian secara
sempit teologi dapat didefenisikan sebagai ajaran tentang Tuhan. Namun dalam
artinya yang lebih luas dan lebih umum, istilah teologi kemudian berarti
seluruh ajaran kristen, dan bukan sekedar ajaran tentang Tuhan saja, tetapi
semua tentang ajaran yang membahas hubungan yang dipelihara oleh Tuhan dengan
alam semesta ini.
Sifat
teologi dapat dibagi menjadi 3 bagian
yaitu: teologi dan etika, teologi dan agama, teologi dan filsafat.
1. Teologi
dan Etika
Psikologi mempelajari
perilaku; etika mempelajari kelakuan. Hal ini juga berlaku bagi etika filosofis
dan etika Kristen. Etika Kristen berbeda jauh dengan etika Filosofis. Etika
Kristen lebih luas dan lengkap karena sementara etika filosofis terikat kepada
tugas-tugas antara manusia dengan manusia, etika Kristen juga meliputi tugas
kewajiban terhadap Tuhan. Lagipula Etika Kristen mempunyai motivasi yang
berbeda. Dalam Etika Filosofis motivasinya bisa berupa hedonisme, utilitarianisme (ajaran bahwa apa
yang berfaedah itu baik), perfeksionisme, atau perpaduan semua ini dalam
humanisme. Akan tetapi, dalam Etika Kristen motifnya ialah kasih serta
kesedihan untuk tunduk kepada Tuhan. Sekalipun demikian, teologi meliputi
wawasan yang jauh lebih luas daripada wawasan Etika Kristen.
2. Teologi
dan Agama
Istilah “Agama” dipakai
dalam berbagai arti yang sangat berbeda. Agama dapat diungkapkan dalam
bentuk-bentuk ibadat tertentu kepada Tuhan atau dewa. Secara lebih khusus,
agama dapat merujuk kepada suatu sistem iman dan ibadat yang tertentu. Menjadi
orang yang beragama berarti sadar akan keberadaan yang maha kuasa serta hidup
sesuai dengan tuntutan-tuntutan yang mahakuasa. Hubungan antara teologi dan
agama adalah hubungan akibat-akibat yang dihasilkan oleh sebab-sebab yang sama,
tetapi dalam kawasan yang berbeda. Dengan kata laian, dalam teologi manusia
menata renungan-renungannya tentang Tuhan dan alam semesta, dan dalam agama
manusia mengungkapkan lewat sikap dan tindakan pengaruh dari semua renungan
tentang Tuhan.
3. Teologi
dan Filsafat
Teologi dan filsafat
secara praktis mempunyai tujuan-tujuan yang sama, namun demikian keduanya
sangat berbeda dalam pendekatan serta caranya mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Teologi dan filsafat keduanya berusaha untuk memperoleh suatu pandangan dunia
dan pandangan hidup yang komprehensif. Sedangkan teologi bertolak dari
keyakinan akan adanya Tuhan dan bahwa ia merupakan sumber segala sesuatu,
kecuali dosa, maka bertolak dari suatu hal lain yang dianggap ada dan dari
gagasan bahwa hal yang ada itu sudah cukup memadai untuk menjelaskan segala
sesuatu yang ada.
Jadi, filsafat sangat berarti bagi seseorang yang tidak percaya
sebagaimana iman Kristen sangat berarti bagi seseorang yang percaya. Sesorang
yang tidak percaya menganut filsafat dengan kegigihan yang sama sebagaimana
orang percaya menganut imannya. Dengan demikian, mengetahui filsaat seseorang
berarti memperoleh kunci untuk memahami dan berbicara dengan orang tersebut.
Kis 4:17; 17:21-31).
TERIMA KASIH
Komentar
Posting Komentar